Kumpulan Tips Bloger

Tuesday, September 26, 2017

TUGAS ULUMUL QUR’AN SEJARAH PENULISAN DAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN

DAFTAR ISI

BAB I :PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang masalah
2.      Rumusan Masalah
3.      Tujuan masalah
BAB II :PEMBAHASAN
A.    Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al-Qur’an pada Zaman Nabi
B.     Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Khulafaul Rasyidin
a.      Pemeliharaan Al-qur’an pada zaman Abu Bakar As-Shidiq
b.      Pemeliharaan Al-qur’an pada zaman Umar bin Khatab
c.       Pemeliharaan Al-qur’an pada zaman Usman bin Affan
C.     Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Kerajaan Bani Umayyah
D.    Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Pasca Bani Umayyah
BAB III :PENUTUP
            Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN


1.     Latar Belakang Masalah
Banyak sekali berbagai pendapat mengenai Al Qur’an baik dari pengertian, sejarah turun, perkembangan serta penulisan Al Qur’an. Selain itu juga, masih masih banyak dari kalangan orang muslim yang belum mengerti dan paham mengenai Al Qur’an. Maka dari itu beberapa ahli membuat suatu kesepakatan mengenai ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan Al Qur’an yang dinamakan Ulumul Qur’an.
Dari segi turunnya Al Qur’an dan penulisan Al Qur’an terdapat pula beberapa perbedaan pendapat para ahli. Adapun perbedaan itu dari segi pengertian Al Qur’an, sejarah turunnya Al Qur’an, penulisan Al Qur’an, dan sebagainya.

2.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penulisan dan pemeliharaan al-Qur’an pada masa Khulafa’ul Rasyidin?
2.       Bagaimana penulisan dan pemeliharaan Al Qur’an pada masa Bani Umayyah?
3.      Bagaimana penyempurnaan dan pemeliharaan al-Qur’an pasca Bani Umayyah?

3.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui penulisan dan pengumpulan al-Qur’an pada masa Khulafa’ul Rasyidin.
2.      Untuk mengetahui penulisan dan pemeliharaan al-Qur’an pada masa Bani Umayyah.
3.      Untuk mengetahui penyempurnaan dan pemeliharaan al-Qur’an pacsa Bani Umayyah.







BAB II
PEMBAHASAN

A.Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al Qur’an Pada Zaman Nabi

Sebagaimana kita ketahui,Rasulullah mempunyai beberapa orang pencatat wahyu.Diantaranya,empat orang sahabat yang kemudian menjadi para khalifah rasyidun 
(Abu Bakar,’Umar,Utsman dan ‘Ali – radhiyallahu ‘anhum),Mu’awiyah,Zaid bin Tsabit,Khalid bin al-Walid,Ubay bin Ka’ab dan Tsabit bin Qais.Beliau menyuruh mereka mencatat setiap wahyu yang turun,sehingga al-Qur’an yang terhimpun didalam dada menjadi kenyataan tertulis.
Al-hakim di dalam al-mustadrak mengutip sebuah hadist dengan isnad menurut bukhari dan muslim serta berasal dari Zaid bin Tsabit yang mengatakan :”Di kediaman Rasulullah kami dahulu menyusun ayat-ayat al-qur’an yang tercatat pada riqa’”.(al-itqan I hal. 99 dan al-burhan I hal.237).Kata riqa’ adalah jama’ dari kata rug’ah yang berarti lembaran kulit,lembaran daun atau lembaran kain.Kata riqa’ pada hadist tersebut memberi gambaran kepada kita betapa sederhananya alat-alat tulis yang digunakan untuk mencatat wahyu ketika Rasulllah masih hidup.Para sahabat nabi mencatat ayat-ayat dipermukaan batu,diatas pelepah kurma,pada tulang-tulang unta dan kambing yang telah kering,diatas pelana kuda dan dilembaran-lembaran kulit.

B.Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Khulafaul Rasyidin

a.Pemeliharaan Al-qur’an pada zaman Abu Bakar As-Shidiq
          Setelah Rosullah SAW wafat, pemerintahan islam di pegang oleh Abu Bakar. Ketika Abu Bakar menjabat menggantikan Rosullah SAW, dia menghadapi beberapa pristiwa-pristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagai orang arab. Karena itu beliau menyiapkan pasukan dan mengirimkan untuk memerangai orang-orang murtad itu.
Salah satu peperangan yang terjadi adalah peperangan Yahmamah yang terjadi pada tahun 12 H yang melibatkan para penghafal Al-qur’an, dalam peperangan ini terdapat 70 qurra’ atau hafis Al-qur’an yang gugur. Umar bin Khatab merasa resah dengan banyaknya para sahabat penghafal Al-qur’an wafat terbunuh dalam peperangan, lalu Umar menghadap ke Abu Bakar dan menyampaikan berita tentang banyaknya qurra’ yang wafat,[2] setelah itu Umar mengumpulkan agar Al-qur’an di mushaf kan agar Al-qur’an tidak di musnakan, karna itu Umar khwatir banyaknya nanti para penghafal Al-qur’an terbunuh kembali dalam peperangan selanjutnya.
          Pada awalnya Abu Bakar menolak pendapat Umar tersebut, lantaran hal tersebut tidak pernah di lakukan Rosullah SAW. Tetapi Umar menjawab dan bersumpah “ Demi Allah, perbuatan itu baik” Umar pun terus memujuk Abu Bakar dan terus memberikan alas an-alasan yang baik, terhadap apa yang sedang terjadi pada umat islam ada waktu itu, dengan izin Allah SWT hati Abu Bakar pun terbuka atas usul yang telah Umar  sampaikan kepadanya. Setelah itu Abu Bakar menujuk salah satu sahabat yang membutuhkan Al-qur’an ( mushaf ) yaitu Zaid bin Tsabit. Zaid pun pada awalnya menolak, atas izin Allah SWT hati Zaid pun terbuka dengan penjelasan dari Abu Bakar, Zaid berkata “Demi Allah !ini adalah pekerjaan yang berat bagiku. Seandainya aku di perintahkan untuk memindahkan sebuah bukit maka hal itu tidak lah berat bagiku dari pada mengumpulkan Al-qur’an yang engkau perintahkan itu”. Zaid dalam usaha menngumpulkan ayat-ayat Al-qur’an itu Zaid bin Tsabit bekerja amat telliti. Sekalipun beliau hafal Al-qur’an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan mengumpulkan Al-qur’an yang sangat penting bagi umat islam itu, masih memandang perlu mencocokan hafal atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
          Dengan demikian Al-qur’an seluruhnya telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran yang diikatkan dengan benar. Tersusun menurut ayat-ayatnya sebagai mana telah ditetapkan oleh Rosullah, kemudian diserahkan kepada Abu Bakar. Mushaf ini tetap di Abu Bakar sampai beliau wafat, kemudian di pindahkan ke rumah Umar bin Khatab dan tetap di sana slama pemerintahanya. Setelah beliau wafat, mushaf itu di pindahkan ke rumah Hafsah, putri Umar , istri Rosullah sampai masa pengumpulan dan penyusunan Al-qur’an di masa Khalifa Utsman.
b.Pemeliharaan Al-qur’an pada zaman Umar bin Khatab
          Setelah khalifa Abu Bakar wafat, maka di gantikanah oleh kholifatul mukminin yaitu Umar bin Khatab. Demikian juga halnya mushaf, yang dahulunya di simpan oleh Abu Bakar maka setelah Umar menjadi khalifah mushaf tersebut berpindah tangan ke Umar bin Khatab
          Pada masa khalifah Umar ini tidak membicarakan Al-qur’an melainkan lebih memfokuskan pada pengembangan ajaran islm dan wilayah kekuasaan Islam, serta mengendepankan ajaran Islam. Al-qur’an juga tidak di pahami secara tekstual saja, tapi lebih jauh lagi di pahami secara kontekstual.
c.Pemeliharaan   Al-qur’an pada zaman Utsman bin Affan
          Di masa Ustman bin Affan, pemerintahan mereka telah sampai ke Armenia dan Azarbaiyan di sebelah Timur dan Tripoli di sebelah Barat. Dengan demikian kelihatan lah bahwa kaum muslimin di waktu itu telah terpencar-pencar di Mesin, Syariah, Irak, Persia dan Afrika. Kemanapum mereka pergi dan mereka tinggal, Al-qur’an itu tetap menjadi imam mereka, di antara mereka banyak menghafal Al-qur’an itu. Pada mereka terdapat naskah-naskah Al-qur’an, tetapi naskah-naskah yang mereka punya itu tidak sama susunan surat-suratnya. Asal mulanya perbedaan tersebut  adalah karena Rosullah sendiripun memberikan kelonggaran kepada kabila-kabilah arab yang berada di masanya untuk membaca dan melafalkan Al-qur’an itu menurut dialok mereka masinng-masing. Kelonggaran ini di berikan oleh Nabi supaya mereka ,menghafal Al-qur’an. Tetapi kemudian terlihat tanda-tanda 
Bahwa perbedaan bacaan tersebut bila di biarkan akan mendatanngkan perselisihan dan perpecahan yang tidak di inginkan dalam kalangan kaum Muslimin.
          Orang pertama yang memperhatikan hal ini adalah seorang sahabat yang bernama Huzaifah     bin Yaman. Ketika beliau ikut dalam pertempuran menaklukan Armenia di Azerbaiyan, dalam perjalanan dia pernah mendengar pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan beberapa ayat Al-qur’an, dan pernah mendengar perkataan seorang muslim kepada temannya : “bacaan saya lebih baik dari pada bacaanmu”.
          Keadaan ini mengagetkanya, pada waktu dia telah kembali ke Madinah, segera ditemuinya Ustman bin Affan dan kepada beliau ceritakanya apa yang di lihatnya mengenai pertingkaian kaum muslimin tentang bacaan Al-qur’an itu seraya berkata : “Susunlah umat Islam itu sebelum mereka berselisih tentang Al-kitab, sebagai perselisihan Yahudi dan Nasara ( Nasrani )”.
          Maka khalifa Utsman bin Affan meminta Hafsah binti Umar lembaran-lembaran Al-qur’an yang di tulis di masa khalifah Abu Bakar yang di simpan olehnya untuk di salin. Oleh Utsman di bentuklah satu panitia yang terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, sa’id bin ‘Ash dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam.
Tugas panitia ini adalah membukukan Al-qur’an dengan menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Ustman menasehatkan agar:
a.     Mengambil pedoman kepada bacaan merekayang hafal Al-qur’an.
b.     Bila ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan),
maka haruslah dituliskan sebagai dialog meraka.
Maka tugas tersebut dikerjakan oleh para panitia, dan setelah tugas selesai, maka lembaran-lembaran Al-qur’an yang dipinjam dari hafsah itu dikembalikan padanya.
Al-qur’an yang telah dibukukan itu dinamai dengan “Al-Mushaf”, dan oleh panitia ditulis lima buah Al-mushaf, empat buah diantaranya dikirim ke Mekkah, Damaskus, Basrah dan Kufah, agar di tempat-tempat tersebut disalin pula dimasing-masing Mushaf itu, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan “Mushaf Al-Imam”.
Setelah itu Utsman memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-qur’an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya. Maka dari Mushaf yang ditulis di zaman Utsman itulah kaum Muslimin di seluruh pelosok menyalin Al-qur’an itu. Denagn demikian, maka pembukuan Al-qur’an dimasa Utsman memiliki faedah diantaranya.
1.     Menyatakan kaum Muslimin pada satu macam Mushaf  yang seragam ejaan tulisannya.
2.     Menyatukan bacaan, walaupun masih ada kelainan bacaan, tapi bacaan itu tidak berlawanan dengan Mushaf-Mushaf Utsman. Sedangkan bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan Mushaf-Mushaf Utsman tidak dibolehkan lagi.
3.     Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut seperti pada Mushaf-Mushaf sekarang.
          Di samping itu Nabi menganjurkan agar para sahabat-sahabat yang menghafalnya baik satu surat, atupun seluruhnya.
          Setelah berakhirnya zaman Khalifah yang empat, timbul zaman Bani Umayyah. Kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu dan penyebaran ilmu-ilmu Al-qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran, secara lisan bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukaannya. Orang-orang yang paling berjasa dalam periwayatan ini adalah khalifah yang empat, Ibnu Abbas, Ibnu Masud, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-Asy’an, Abdullah Ibnu Al-Zubair. Sedangkan dari kalangan sahabat Mujahid, ‘Atha, Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan Al Bashri, Said Ibn Jubair, Zaid Ibn Aslam di Madinah.
          Dari Aslam, Ilmu ini diterima oleh putranya Abd Al-Rahman, Malik Ibn Anas dari generasi Tabi’in Al-tabi’in. mereka ini semuanya dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh  dan mansukh, ilmu gharib Al-qur’an dan lainya. (kemudian, Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuan pada abad ke-2 H) para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada-ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm Al-Ulum Al-Qurani’ah (Induk Ilmu-Ilmu Al-Qur’an). Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn Al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah dan Wali Ibn Al-Jarrah. Kitab-Kitab, tafsir mereka menghimpun  pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.
          Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir Al-Thabari. Al-thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan mentarjih sebagainya atas lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab dan istinbath (penggalian hukum dari Al-qur’an). Di abad ke-3 ini juga lahir ilmu asbab Al-Nuzul, ilmmu masikh dan mansukh , ilmu tentang ayat-ayat makiah dan madaniah. Guru Imam Al-Bukhari, Ali Ibn Al-Madaniyah. Guru Imam Al-bukhari, Ali ibn Al-madini mengarang asbab Al-Nuzul; Abu “Ubaid Al-Qasim Ibn Salam. Mengarang tentang nasikh dan mansukh, qiraat dan keutamaan-keutamaan Al-Quran; Muhammad ibn Ayyub Al-dari tentang ayat-ayat turun d mekkah dan madinah ; Muhammad ibn khalaf Ibn Al-Mirzaban (W. 390II) mengarang kitab Al-Hawi fi-‘ulum Al-quran.

C.Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al Qur’an Pada Masa Kerajaan Bani Umayyah

   Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan Ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Mu’awiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
Pada masa itu,Abdul Aswad Ad-Duali (meningggal pada tahun),menyusun gramatika arab dengan memberi titik pada huruf-huruf hijaiyah yang tadinya gundul tidak bertitik.Pada mulanya huruf arab itu tidak bertitik,sehingga untuk dapat membacanya harus melihat susunan kalimat secara keseluruhannya,yang berarti memerlukan kecerdasan yang cukup.Usaha ini besar artinya dalam mengembangkan dan memperluas bahasa arab,serta memudahkan orang membaca,mempelajari dan menjaga barisan yang menentukan gerak kata dan bunyi suara serta ayunan iramanya,hingga dapat di ketahui maknanya.Kerajaan ini pun mulai menempatkkan dirinya didalam ilmu pengetahuan dengan memetingkan  buku-buku bahasa yunani dan kopt/Kristen mesir.Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M) yang menggantikan saudaranya,Yazid yang meninggal dunia pada bulan Rabiul akhir 125 H,merupakan raja Bani Umayyah yang paling terkenal di lapangan ilmu pengetahuan dengan meletakkan perhatian besar pada pelajaran.Ia adalah seorang yang cukup sabar dan berpikir secara jujur dalam memberi pendapat yang suci.Ia pun terkenal sebagai seorang penertib yang bijaksana berpolitik,hingga pernah dikatakan,bahwa ”ahli politik dalam kerajaan ini (Bani Umayyah) adalah tiga orang yaitu : 1.Muawiyah : 2.Abdul Malik dan 3.Hisyam.”  
 Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M,yang kemudian diikuti oleh dinasti-dinasti besar islam yaitu dinasti Abbasyiah.
 Kemajuan dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi,sehingga menjadi negara islam yang besar luas serta sangat memperhatikan kemajuan pembangunan. Pada masa pemerintahan Al-walid Ibn Abdul Malik,ekspansi kebarat dilakukan secara besar-besaran,dan pada masa itu dikenal dengan masa ketentraman,kemakmuran dan ketertiban. Pada masa itulah disempurnakan penulisan al-Qur’an dengan memberikan baris dan titik pada huruf-hurufnya.
Pada masa ini telah dilakukan penyempurnaan penulisan al-Quran dengan memberikan baris dan titik pada huruf-hurufnya. Hal tersebut dilakuakan pada masa pemerintahan Abdul Malik Ibnu Marwan yang menjadi khalifah antara tahun 685-705M. Pada masa Dinasti ini juga telah dilakukan pembukuan hadist tepatnya pada waktu pemerintahan khalifah Umar Ibn Abd Al-Aziz (99-10 H), mulai saat itu ilmu hadist berkembang dengan sangat pesat. Khalifah-khalifah dinasti Umayyah juga menaruh perhatian pada perkembangan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu agama yang mencakup al-Qur’an, hadist,fikih,sejarah dan geografi. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat.Ubaid Ibn Syariyah Al Jurhumi telah berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa seperti nahwu, sharaf, dan lain-lain. Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran. Khalifah Al-Walid mendirikan sekolah kedokteran, ia melarang para penderita kusta meminta-minta di jalan bahkan khalifah menyediakan dana khusus bagi para penderita kusta tersebut, pada masa ini sudah ada jaminan sosial bagi anak-anak yatim dan anak terlantar.

D.Sejarah Penulisan dan Pemeliharaan Al-Qur’an pada Pasca Masa Kerajaan Bani Umayyah

            Setelah berakhirnya kekuasaan Kerajaan Bani Umayyah/runtuhnya Kerajaan Bani Umayyah,muncul lah Kerajaan Abbasiyah dengan banyak penemuan ilmu pengetahuan.Kerajaan Abbasiyah pertama banyak menumpahkan perhatian kepada ilmu-ilmu agama dana pada masa itu lah munculnya para ahli dialektika,Berkat ilmu dialektika,para ulama pun bergairah untuk memperdebatkan bermacam masalah agama,seperti manusia yang membicarakan soal “Penciptaan Al-Qur’an”,apakah Qur’an ini Hadist atau Qadim,atau sebagainya.Khalifah Makmun sendiri (198-218 H) senang menghadiri sidang-sidang debat terbanyak,bahkan ikut serta dalam perdebatan tersebut.Akibatnya banyak yang tidak senang padanya,terutama sekali karena dia mengutamakan Sayidina Ali bin Thalib daripada Khulafau’ Rasyidin yang lainnya,dan juga dari pada Raja BaniUmayyah.Ada mengatakan,bahwa dengan tindakannya ini Khalifah Makmun ingin mempersatukan pendapat kaum muslimin dengan menentukan sikap dan menunjukkan pendirian dan kebiasaannya rakyat tunduk pada keinginan atasannya.Hanya ia sendiri condong kepada pendirian Golongan Mu’tazilah,karena lebih mementingkan “kebebasan berfikir”dan mengutamakan penggunaan rasio.Ini menjadiakan “Mazhab Mu’tazilah” mempnyai pengaruh di istana dan merupakan kesempatan baik bagi para penganut paham tersebut.
            Pada umumnya Masa Kerajaan Abbasiyah merupakan masa kemajuan ilmu yang tidak terbatas dan dalam segala cabang ilmu pengetahuan,baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu dunia lainnya,seperti ilmu music,ukir-mengukir,filsafat,kedokteran,matematika dan lain sebagainya.Pada masa itu pula,muncullah ulama-ulama terkenal dalam ilmu tertentu,seperti ilmu Qira’ah,ilmu pembacaan Al-Qur’an.
            Diantara yang pertama sekali mengecam cara pembacaan al-Qur’an ialah Harun bin Musa Al-Basri,asal Yahudi,meninggal antara tahun 170-180 H.Sekali pun bekas seorang habmba sahaya,tetapi kecerdasannya menjadikan Harun seorang ahli di dalam ilmu Qira’ah hingga berani mengkritik pembacaan-pembacaan para ahli terdahulu,padahal ia sendiri dari golongan Mu’tazilah dan berpendirian determinis.Ia dapat mengemukakan sandaran-sandaran ilmiah yang menguatkan pendiriannya dan mengajukan pendapat yang dihargai oleh Imam Bukhari dan Imam muslim,bahkan disokong pula oleh Abu Zakaria atau Yahya bin Mu’ien (766-848).Pada umumnya Ilmu Qira’ah dapat dikembalikan dasarnya kepada para sahabat.Dan dipercayai keahliannya,yang masih hidup pada Abad petama Hijriyah adalah Ibnu Abbas (meninggal tahun 688 M di Thaif) Siti Aisyah r.a (606-698 M),Usman bin Affan (meninggal tahun 656 M) dan anak beliau Abban,seorang ahli hadist (meninggal tahun 714 M).Begitu pula didasarkan pada keahlian dari qari’ terkenal,seperti Abdullah bin Mas’ud (meninggal tahun 652 M),Ubay bin Ka’ab (meninggal pada abad ke VII) dan mereka mendapatkan pujian dari para tabi’ien.





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Dapat kita simpulkan bahwa,Kitab Suci Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus,namun berangsur-angsur,agar dapat dipahami oleh nabi dan para sahabat terdahulu dengan proses yang sangat panjang.Sebelum Al-Qur’an utuh seperti sekarang,Al-Qur’an terbagi ke beberapa mushaf,berceceran dimana-mana,dan tidak di satu tempat,pada zaman nabi,mereka tak perlu mencatat Al-Qur’an Karena mereka telah hafal al-Qur’an,tidak adanya kertas pada saat itu,Al-Qur’an di tulis pada pelepah kurma,tulang-belulang,batu, dan kulit domba.
Setelah Nabi meninggal,Banyaknya kemurtad an arab,peperangan Yahmamah pun yang terjadi pada tahun 12 H yang melibatkan para penghafal Al-qur’an, dalam peperangan ini terdapat 70 qurra’ atau hafis Al-qur’an yang gugur. Umar bin Khatab yang khawatir akan lebih banyak nya lagi qurra’ yang gugur dalam peperangan berinisiatif untuk mengumpulkan al-Qur’an menjadi satu.
Mulai dari masa Kerajaan Bani Umayyah,Abdul Aswad Ad-Duali menyusun gramatika arab dengan memberi titik pada huruf-huruf hijaiyah yang tadinya gundul tidak bertitik.Pada mulanya huruf arab itu tidak bertitik,sehingga untuk dapat membacanya harus melihat susunan kalimat secara keseluruhannya,yang berarti memerlukan kecerdasan yang cukup.Pada masa ini telah dilakukan penyempurnaan penulisan al-Quran dengan memberikan baris dan titik pada huruf-hurufnya. Hal tersebut dilakuakan pada masa pemerintahan Abdul Malik Ibnu Marwan yang menjadi khalifah antara tahun 685-705M.

DAFTAR PUSTAKA
Dr.Subhi As-Shalih.1985.Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.Jakarta : Penerbit Pustaka Firdaus.
Dr.Fuad Mohd. Fachruddin.1985.Perkembangan Kebudayaan Islam.Jakarta : PT Bulan Bintang
Mukazir AS. 2004. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka litera Antarnusa
Al-qaththan Manna’. 2004. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an.Jakarta : Pustaka Al-kaustar
al-Usairy, Ahmad. 2007. Sejarah Islam.  Jakarta:Akbar.  
Murodi. 2004. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: Karya Toha Putra.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Umayyah.html
Previous Post
Next Post

post written by:

0 comments: